Tadi pagi aku ke pom bensin. Ngapain? Ya iyalah mo beli bensin, masak mau lomba nyanyi.
Belinya yang Pertamax, uda bosen pake BBM bersubsidi. Sekalian mau memberi teladan pada para pejabat.
“Mbak, Pertamax, full tank,” kataku penuh kebanggaan. O iya itu aku naek sepeda motor. Makanya mampu ngisi Pertamax.
Trus setelah si mbak bensin selesai menunaikan kewajibannya, aku bayar pake duit limapuluhribu-an, karena itu adalah nominal uang terkecil di dompetku.
Eh, tiba-tiba si mbak bensin bilang, “Mas, uangnya ada yang lain aja?” sambil mengembalikan uangku tadi.
Jadilah aku perhatiin uangku tadi.
Sialan! Baru nyadar ini uang aneh banget!
Warna birunya kusam dan benang pengamannya keliatan ungu norak. Kalo diraba juga teksturnya rata, gak ada bagian yang menonjol. Trus logo Bank Indonesia dan Garuda Pancasila-nya juga kayak print-print-an biasa. Dan yang paling keliatan, pas diterawang…..
Damn!! Watermark-nya culun abis!
Ini mah jelas-jelas uang palsu!
Aku pun membayar pake uang limapuluhribu-an yang lain. Yang uang palsu tadi aku masukin jaket, sengaja aku pisahkan dari uang-uangku yang laen, takutnya nular.
Di sepanjang perjalanan aku inget-inget lagi, itu uang dapet darimana ya. Oh, kayaknya pas kemaren aku pergi urusan bisnis ke Tegal, trus makan malem di warung pinggir jalan dan dapet uang kembalian. Iya! Pasti waktu itu! Aduh aduhh…
Lalu aku pun mulai berpikir, enaknya uang palsu ini dipindahtangankan ke siapa dan dengan cara apa.
Apa buat bayar parkir, siapa tahu tukang parkirnya gak merhatiin bener-bener.
Apa buat beli makan di warung yang rame banget, jadi pas bayarnya si tukang warung ga sempet ngecek duitnya.
Apa buat beli bensin lagi tapi malem-malem biar gelap, siapa tahu mbak bensinnya gak nyadar kali ini.
Apa buat beli tiket konser Suju buat sang kekasih.
Apa buat dikasih ke pengemis, biar seolah-olah mereka gembira dapet uang banyak.
Apa buat ngasih kolekte di gereja.
Apa buat… Astagfirullah al adzim! Apa-apaan aku bisa mikir yang kayak gini!
Aku pun sadar kembali. Aku, sebagai anggota paguyuban pemuda terkaya di Asia Tenggara, harusnya tahu diri.
Kalo diliat dari leceknya itu uang, mestinya itu uang palsu uda pindah tangan berkali-kali. Masing-masing dari penerimanya merasa sedih, lalu gundah, lalu mulai berpikir enaknya uang palsu itu dipindahtangankan ke siapa dan dengan cara apa. Lalu mereka beraksi dan berhasil. Lalu penerima sesudahnya merasa sedih, lalu gundah, lalu mulai berpikir enaknya uang palsu itu dipindahtangankan ke siapa dan dengan cara apa. Dan seterusnya.
Pastinya pemilik warung makan waktu itu juga dapet dari orang yang lain, mungkin orang yang makan di sana juga. Maka aku pun tidak menaruh dendam kepadamu wahai pemilik warung makan sialan.
Keputusanku: lingkaran syaitan ini harus diakhiri. Di aku tentu saja. Toh kekayaanku masih jauh lebih dari cukup untuk menanggung kerugian akibat uang palsu ini.
Akhirnya uang palsu itu aku ‘rusak’, supaya tidak bisa beredar lagi di masyarakat.
Ah, aku ini emang pahlawan tanpa tanda jasa.
.
.
…. dan langit pun terbuka, para malaikat bernyanyi bersorak gembira melihat tindakan mulia seorang manusia…
Ping balik: Tilang! « ohmasgusman
Bukankah uang palsu bisa ditukarkan ke Bank Indonesia? Hmm…
heeee??? bisa ya??
telat ngomong!! 😥
kalo bisa diu tuker d bank endonesa…
bisa jadi lahan bisnis baru nih….
buat perusahaan percetakan uang sendiri aja trus di tuker ke bi
wanna join?
pintar!