o-KTP

“Oya, e-KTPmu udah jadi nih. KTP yang lama difotokopi dulu, trus asline dikirim ke sini yo,” itu mami telepon aku dari Semarang, “Nanti e-KTPmu tak ambilin di kelurahan.”

“Lho mosok boleh diambilin tho?” tanyaku.

Soalnya setauku emang harus ngambil sendiri. Kemarin aja temen kantorku yang aslinya dari Surabaya bela-belain mudik demi ngambil e-KTP doang.

Itu baru Surabaya. Bayangin aja kalo dia rumahnya di Merauke, trus mesti balik ngambil e-KTP di sana. Bisa-bisa saking jauhnya, pas nyampe kantor kelurahan di Merauke dia keburu udah pindah agama. Ngurus ganti data lagi deh jadinya.

“Boleh diambilin kok katane,” jawab mami.

“Lho kok iso?”

Pokoke iso!

Inilah jawaban pamungkas seorang mami.

Oke mami.

Lanjutkan membaca

Malu-maluin Tau

Kemarin jam 11 malem aku sedang dalam perjalanan pulang ke kost di daerah Kelapa Gading.

Buset, jam segitu masih keluyuran aja bro? Iya, biasalah superhero, mesti keliling kota demi membasmi kejahatan.

Mobil Batman yang kukendarai pun melaju sampe di daerah Bulevard Kelapa Gading situ. Oh. Ada keramaian masyarakat. Oh. Ada apa itu? Oh. Itu ada kecelakaan rupanya. Oh. Aku sih udah tau duluan dari Twitter-nya pak polisi. Katanya ada mobil Vios nyemplung di kali Bulevard situ. Aduh.

Dan, ya Tuhan, rame sekali lalu lintas di sana. Sampe agak macet kayak DKI Jakarta. Lihatlah itu sepeda motor banyak diparkir di pinggir jalan sementara pengendaranya berkerumun di sekitar TKP.

Pastilah itu orang-orang berjiwa mulia yang sedang membantu proses evakuasi.

Bukankah negri kita emang terkenal sebagai negri elok yang ramah tamah, gotong royong, gemah ripah, loh jinawi? Bukan kah begitu kan?

Lanjutkan membaca

Pada Suatu Seminar Pajak

Minggu lalu aku ikut seminar perpajakan.

Iya. Silakan tidak percaya.

Tapi beneran kok aku ikut. Soalnya pengetahuan tentang pajak itu penting, terutama bagi calon pengusaha sukses dan kaya semacam aku.

Nah materinya sendiri emang cukup berat dan kompleks. Mungkin kalo kalian yang ikut, kalian bisa kencing darah saking pusingnya. Padahal pajak itu intinya simple. Gini nih.

Lanjutkan membaca

Australia, Thailand, dan Ular Raksasa

Aku lagi-lagi lagi di bandara Soekarno Hatta, pas kemaren hari Jumat malem.

Sambil menunggu, kufoto pesawat terbang di depanku, lalu kupajang di display picture Blackberry-ku dengan niat tulus untuk pamer dan riya semata. CKREK!

airplane

Bersamanya kupasang pula status: “BB OFF. OTW MELBOURNE. SEE YOU ON MONDAY :)”

Tak berapa lama banyak berdatangan BBM dari masyarakat. Reaksinya pun beragam.

Ada yang suka mau tau semacam, “Kok enak? Ngapain sih ke Australia?”

Kujawab, “Iya, lagi penjajakan usaha ternak kangguru nih, doain lancar ya..”

Lanjutkan membaca

Merokok Itu…

Sampe detik ini sih aku belum pernah merokok. Nyobain se-isep dua isep pun belom pernah. Merokok aktif lho ya. Kalo merokok pasif sih sering. Bisa dibilang aku ini termasuk perokok pasif yang aktif.

Ya gara-gara kalian pada ngerokok itu.

Sialan.

By the way, kok segitunya amat sih anti-rokok?

“Karena gak boleh sama mami, nanti takut dimarahi..”

Gak lah.

Bukan karena alesan semacam itu.

Lagian ngapain juga mami ditakuti, mami mah disayangi (Ciyeee, anak berbakti, gak ngerokok pula. Heran deh jarang ada yang naksir).

Trus kalo cuma itu alesannya, pasti dari dulu aku uda ngelanggar dan merokok diem-diem di luar sepengetahuan beliau.

Lah trus kenapa dong?

Ini soal prinsip pribadi cuy. Perjanjian antara aku dan diriku sendiri. Bahasa kerennya: idealisme.

Lanjutkan membaca

Facebook, Riwayatmu Kini

Dear Facebook.

Itu sekitar era 2009-an.

Ketika kamu masih seru dan rame dengan update status orang-orang.

Dari yang status cuma sepatah-dua-patah kata (Biasanya cewek imut, isinya sekedar ‘good morning’ atau ‘aq bukan cewek sempurna’ atau ‘hmm..‘. Gitu doang. Tapi yang nge-like dan komen bisa puluhan bahkan ratusan. Kampret).

Sampe yang status se-alinea (Biasanya ngopy lirik lagu, atau puisi, atau curhat tentang gebetannya gak seperti dulu lagi, yang kemudian kadang di-like dan dikomen sendiri dengan komentar yang gak kalah panjangnya).

Lebay. Tapi itu semua ngangenin.

.

Lanjutkan membaca

Lebih Dekat Dengan Rakyat

“Paling besok juga uda nyampe Mas”

Begitu kata si mas tukang paket di Semarang yang aku percayai untuk mengirim sepeda motor kebanggaanku ke Jakarta. Optimis sekali si mas ini. Dia ngomong gitu hari Kamis. Hari Jumatnya, kutungguin di Jakarta tapi motorku belum nongol juga batang knalpotnya. Sialan. Sukanya janji palsu. Dasar cowok.

Padahal aku sedang ada urusan dan harus bepergian. Akibatnya, siang itu terlihatlah sesosok pemuda sukses yang sedang nyegat angkot nomer 37 di daerah Kelapa Gading. Iya, itulah aku wahai pemirsa.

Untuk urusan naik angkot, aku ini termasuk yang suka pilih-pilih. Maklum anak manja. Mesti yang bersih, yang gak terlalu rame penumpangnya, yang gak ugal-ugalan nyetirnya, yang pake bahan bakar non-subsidi, yang sopirnya juga se-iman. Tapi susah juga nyari yang kayak gini. Ya udah, akhirnya kunaiki angkot terdekat yang kelihatan sepi penumpangnya.

Lanjutkan membaca

Marilah, Rohingya!

Sore itu, di seputaran Tugu Muda, hawa terasa sangat sejuk. Itu karena aku sedang berada di dalam mobil yang ber-AC, yang memisahkanku dari panas teriknya dunia kaum kelas menengah ke bawah.

Dari balik jendela mobil yang saat itu sedang berhenti karena lampu merah, kuamati aktivitas orang-orang yang sedang mencari rejeki di setiap jeda antara lampu merah ke lampu hijau. Ada tukang jual koran, tukang (maksa) ngelap kaca mobil, tukang jual kolak buat berbuka puasa, dan juga tukang bawa megacot. Lah? Dagang apaan tuh pake bawa megacot segala? Dilatarbelakangi penasaran, kukecilin volume suara radio di mobil, pengen denger si tukang megacot ngomong apa.

Terdengar suara cempreng berisik khas megacot.

picture courtesy of hminews.com

Lanjutkan membaca

Toko Buku dan Masa Depan Pendidikan Anakku

Yak, telah tiba saatnya gajian. Maka aku pun harus segera menghambur-hamburkan uangku karena bagaimanapun juga kita ini adalah kaum masyarakat duniawi yang konsumtif. Foya-foya itu harus.

Lalu aku pun pergi ke toko buku untuk belanja buku. Aku ini orangnya emang gemar membaca, terutama buku-buku tentang leadership, marketing, sains, kesehatan, kesusastraan, ilmu hukum-politik dan topik-topik berat yang susah kalian cerna lainnya. Nah, pas aku lagi pilih-pilih mau beli komik apa, tak sengaja terdengarlah percakapan orang di belakangku, antara seorang ayah dan anaknya (yang kemudian aku tahu masih kelas 5 SD). Maka aku pun terpaksa nguping mereka karena kebetulan aku juga lagi gak ada kerjaan.

Si ayah lagi menceramahi anaknya di deket setumpukan buku-buku kumpulan latihan soal Ujian Nasional.

“Nih, dulu Ayah ya, sejak setahun sebelum Ebtanas sudah mempersiapkan diri belajaaarrr terus. Jadi ketika Ayah klas 5 seperti kamu ini ya, Ayah mulai baca-baca lagi bahan plajaran dari klas 1. Trus ayah juga latihan garap soal-soal dari pak gurunya ayah. Tanpa disuruh lho itu. Akhirnya pas Ebtanas klas 6-nya, Ayah jadi juara nomer satu se-kecamatan!” pamernya dengan sangat bangga, seolah-olah baru kemaren dapet juaranya.

Si anak SD diem aja tanpa ekspresi gembira, padahal ayahnya telah menjadi juara gitu. Anak durhaka dia.

Lanjutkan membaca

Tilang!

Pagi itu hari Sabtu, tepat setelah kejadian aku isi bensin dengan uang palsu (lebih jelasnya baca di Balada Kepalsuan), aku dan motorku melanjutkan perjalanan ke daerah Kaligawe Semarang.

Tanpa sengaja – sekali lagi tanpa sengaja – motorku masuk jalur cepat yang seharusnya khusus untuk mobil.

Ngeeenggg.

Dan ketika aku menyadari kesalahanku itu, semuanya sudah terlambat. Bagai nasi sudah menjadi bubur. Bagai sperma dan ovum telah menjadi bayi. Bagai Syahrini telah menjadi sesuatu…

Sesosok pak polisi gagah berani sudah berdiri di depanku, mencegat laju motorku. “Stop! Berhenti!!”

Lanjutkan membaca